Minggu, 24 Juni 2012

Budaya yang terjajah

Oleh Hendriyansyah (Penyuka Wawasan Sosial Kemasyarakatan)
Indonesia merupakan negara besar yang kaya akan warisan (heritage). Baik warisan alam (natural heritage) maupun budaya (cultural heritage). Warisan alam adalah kekayaan yang berada pada alam seperti flora, fauna, dan lingkungan hidup. Sedangkan warisan budaya dapat dibagi menjadi dua bagian. Yaitu fisik dan nonfisik.
BUDAYA fisik merupakan hasil ciptaan manusia yang terwujud dalam bentuk fisik. Budaya yang di kategorikan dalam budaya fisik antara lain artifak, rumah adat, dan teknologi. Budaya nonfisik merupakan budaya yang berupa tindakan dan gagasan manusia. Seperti bahasa, tarian, folklore, dan nyayian.
Kini banyak warisan Indonesia yang terancam. Ancaman itu bisa berasal dari bencana alam, pembangunan, dan pencurian atau pengklaiman seperti yang baru-baru ini dilakukan Malaysia terhadap budaya gondang sembilan dan tor-tor yang sedang hangat dibicarakan saat ini. Pada tulisan ini akan membahas ancaman dari pengklaim budaya oleh pihak asing.
Urgensi Advokasi Budaya dan Klaim Budaya
Advokasi budaya secara sederhana adalah gerakan dan aksi yang mencoba membela, melindungi, dan mempertahankan budaya yang sedang mengalami kepunahan dan ancaman.
Gerakan advokasi budaya seharusnya meng-cover budaya fisik dan nonfisik. Dewasa ini, gerakan advokasi budaya dominan dan terlalu berfokus terhadap benda fisik yang sudah hampir punah, sebagaimana yang kerap dilakukan oleh organisasi heritage.
Dengan perkembangan yang terjadi sekarang, advokasi budaya sudah harus ditujukan kepada budaya yang nonfisik. Hal ini terkait dengan klaim sepihak terhadap budaya Indonesia yang dilakukan oleh Malaysia.
Pengklaiman yang terjadi terkait dengan aspek politis dan ekonomi dan budaya. Secara politis, pengklaiman itu bisa dikatakan sebuah tamparan keras terhadap Indonesia. Indonesia terus kecolongan. Pemerintah dan warga negara selalu kebakaran jenggot saat kejadian seperti saat ini.
Padahal, hal serupa sudah pernah terjadi dengan modus dan pola yang kurang lebih sama. Misalnya pengklaiman atas kesenian reog, rendang, dan lagu melayu oleh pihak Malaysia. Jadi pertanyaannya, apa yang dilakukan pemerintah sebelum pengklaiman warisan budaya itu terjadi?
    Saat ini Malaysia sedang gencar-gencarnya mendatangkan wisatawan asing dari luar. Jadi wajar jika mereka berusaha memperkaya budaya mereka dengan keragaman etnis yang tinggal di sana. Salah satunya etnis Mandailing yang sejak abad 19 sudah hidup dan berkembang di sana. Mereka sudah mendapat posisi tawar yang baik di Malaysia. Sehingga, mereka mulai menunjukkan identitas dan eksistensi kemaindailingan mereka dan itu ditampung oleh pemerintahan Malaysia. Kalau pemerintahan Indonesia ngurusi apa?
Refleksi
    Dengan kondisi demikian, sudah seharusnya bangsa Indonesia mulai saat ini jangan bungkam dan berdiam diri. Tapi bukan berarti kita salah kaprah dan gelap mata langsung menuduh pihak yang mengklain yang ’’kurang ajar’’.
Dalam teori kebudayaan ada yang namanya difusi kebudayaan. Difusi kebudayaan berupa proses penyebaran unsur kebudayaan. Unsur ini terus diserap oleh masyarakat yang menerima kemudian membentuk suatu budaya versi baru. Begitu juga dengan tor-tor dan gondang sembilan yang diklaim menjadi bagian budaya mereka.
Warisan budaya merupakan salah satu yang diakui dan dilindungi konvensi PBB terkait dengan masalah hak-hak ekonomi, sosial dan budaya sesuai dengan Pasal 15 ayat 2; negara pihak dalam kovenan harus melestarikan, mengembangkan, serta menyebarkan ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Pemerintah Republik Indonesia telah melakukan proses ratifikasi terhadap isi dari hak-hak ekonomi sosial dan budaya. Maka dengan sendirinya pemerintah memiliki kewajiban untuk mengimplementasikan hal tersebut.
Secara politis, pemerintah memang wajib ’’melindungi segenap tumpah darah Indonesia’’ yang tidak hanya membuat regulasi, tapi juga konsisten diimplementasikan.
Sekarang pertanyaannya, berapa banyak survei dan inventarisasi warisan budaya Indonesia yang kemudian didaftarkan ke UNESCO. Banyak warisan budaya Indonesia saat ini terlupakan. Negara hanya memberikan perhatian kepada warisan budaya yang bernilai tinggi, tetapi tutup mata dalam melindungi warisan budaya yang ada di tingkat komunitas lokal. Itulah salah satu mengapa pada akhirnya banyak warisan budaya kita terancam hilang.
    Jika ini terus berlanjut, hanya tinggal tunggu waktu budaya asli Indonesia diklaim menjadi milik orang. Beberapa kasus perselisihan dengan Malaysia terkait masalah lagu, tarian, dan sebagainya menunjukkan pemerintah tidak serius mengurusi masalah warisan budaya yang ada di negeri ini.
    Indonesia sebagai negara dan bangsa yang besar harus sigap menanggapi perkembangan zaman dan tekanan dari luar. Saat ini aspek legalitas dan hukum dijunjung tinggi dan budaya tidak lagi menjadi sebuah identitas budaya semata, namun juga menjadi sebuah sumber daya yang bisa meningkatkan perekonomian suatu bangsa. Karena itu, sudah seharusnya pemerintah melakukan revitalisasi budaya lokal dan penyelamatan budaya. Mulai dari inventarisasi terhadap budaya fisik maupun nonfisik.
    Budaya asli Indonesia sudah seharusnya didaftarkan sebagai made in Indonesia bukan made in asing. Di mana, aspek ekonomi dari penggunaan keperluan di luar Indonesia bisa digunakan untuk meningkatkan penghasilan daerah asal budaya. Dan jangan lupa daftarkan ke HAKI versi internasional sehingga adanya legitimasi hukum di internasional akan perlindungan budaya tersebut.
    Klaim sepihak oleh Malaysia terhadap beberapa budaya Indonesia seperti gondang sembilan dan tor tor adalah sebuah teguran berulang terhadap bangsa Indonesia. Kita wajib menjaga dan mempertahankan budaya kita sendiri. Namun jika pemerintah terlalu sibuk, kita sebagai warga Negara yang merasa memiliki negara ini tidak harus selalu menunggu pemerintah yang terlalu banyak ’’kerjaanya’’ itu.
Kita harus benar-benar cinta kepada bangsa dan negara ini. Bagaimana kita mau melindungi budaya kita sendiri, kalau saja tarian daerah dan lagu daerah saja malas kita lihat dan kita dengar. Makanan tradisonal sudah terlupakan. Malu berbicara dalam bahasa daerah, dan merasa gaul dan cool jika sudah bergaya ala luar.
Mau dibawa ke mana warisan budaya kita. Kalau bukan kita sebagai warga negara dan pemerintah sebagai penyelenggara negara, siapa lagi yang melindungi dan peduli budaya kita. Inilah saatnya kita gandeng tangan bersama menyelamatkan warisan budaya yang kita miliki demi anak cucu kita. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar