Oleh Hendriyansyah (Penyuka Wawasan Sosial Kemasyarakatan)
Indonesia merupakan negara besar yang kaya akan warisan (heritage). Baik warisan alam (natural heritage) maupun budaya (cultural heritage). Warisan alam adalah kekayaan yang berada pada alam seperti flora, fauna, dan lingkungan hidup. Sedangkan warisan budaya dapat dibagi menjadi dua bagian. Yaitu fisik dan nonfisik.
Indonesia merupakan negara besar yang kaya akan warisan (heritage). Baik warisan alam (natural heritage) maupun budaya (cultural heritage). Warisan alam adalah kekayaan yang berada pada alam seperti flora, fauna, dan lingkungan hidup. Sedangkan warisan budaya dapat dibagi menjadi dua bagian. Yaitu fisik dan nonfisik.
BUDAYA fisik merupakan hasil ciptaan manusia yang
terwujud dalam bentuk fisik. Budaya yang di kategorikan dalam budaya
fisik antara lain artifak, rumah adat, dan teknologi. Budaya nonfisik
merupakan budaya yang berupa tindakan dan gagasan manusia. Seperti
bahasa, tarian, folklore, dan nyayian.
Kini banyak warisan
Indonesia yang terancam. Ancaman itu bisa berasal dari bencana alam,
pembangunan, dan pencurian atau pengklaiman seperti yang baru-baru ini
dilakukan Malaysia terhadap budaya gondang sembilan dan tor-tor yang
sedang hangat dibicarakan saat ini. Pada tulisan ini akan membahas
ancaman dari pengklaim budaya oleh pihak asing.
Urgensi Advokasi Budaya dan Klaim Budaya
Advokasi
budaya secara sederhana adalah gerakan dan aksi yang mencoba membela,
melindungi, dan mempertahankan budaya yang sedang mengalami kepunahan
dan ancaman.
Gerakan advokasi budaya seharusnya meng-cover budaya
fisik dan nonfisik. Dewasa ini, gerakan advokasi budaya dominan dan
terlalu berfokus terhadap benda fisik yang sudah hampir punah,
sebagaimana yang kerap dilakukan oleh organisasi heritage.
Dengan
perkembangan yang terjadi sekarang, advokasi budaya sudah harus
ditujukan kepada budaya yang nonfisik. Hal ini terkait dengan klaim
sepihak terhadap budaya Indonesia yang dilakukan oleh Malaysia.
Pengklaiman
yang terjadi terkait dengan aspek politis dan ekonomi dan budaya.
Secara politis, pengklaiman itu bisa dikatakan sebuah tamparan keras
terhadap Indonesia. Indonesia terus kecolongan. Pemerintah dan warga
negara selalu kebakaran jenggot saat kejadian seperti saat ini.
Padahal,
hal serupa sudah pernah terjadi dengan modus dan pola yang kurang lebih
sama. Misalnya pengklaiman atas kesenian reog, rendang, dan lagu melayu
oleh pihak Malaysia. Jadi pertanyaannya, apa yang dilakukan pemerintah
sebelum pengklaiman warisan budaya itu terjadi?
Saat ini
Malaysia sedang gencar-gencarnya mendatangkan wisatawan asing dari luar.
Jadi wajar jika mereka berusaha memperkaya budaya mereka dengan
keragaman etnis yang tinggal di sana. Salah satunya etnis Mandailing
yang sejak abad 19 sudah hidup dan berkembang di sana. Mereka sudah
mendapat posisi tawar yang baik di Malaysia. Sehingga, mereka mulai
menunjukkan identitas dan eksistensi kemaindailingan mereka dan itu
ditampung oleh pemerintahan Malaysia. Kalau pemerintahan Indonesia
ngurusi apa?
Refleksi
Dengan kondisi
demikian, sudah seharusnya bangsa Indonesia mulai saat ini jangan
bungkam dan berdiam diri. Tapi bukan berarti kita salah kaprah dan gelap
mata langsung menuduh pihak yang mengklain yang ’’kurang ajar’’.
Dalam
teori kebudayaan ada yang namanya difusi kebudayaan. Difusi kebudayaan
berupa proses penyebaran unsur kebudayaan. Unsur ini terus diserap oleh
masyarakat yang menerima kemudian membentuk suatu budaya versi baru.
Begitu juga dengan tor-tor dan gondang sembilan yang diklaim menjadi
bagian budaya mereka.
Warisan budaya merupakan salah satu yang
diakui dan dilindungi konvensi PBB terkait dengan masalah hak-hak
ekonomi, sosial dan budaya sesuai dengan Pasal 15 ayat 2; negara pihak
dalam kovenan harus melestarikan, mengembangkan, serta menyebarkan ilmu
pengetahuan dan kebudayaan. Pemerintah Republik Indonesia telah
melakukan proses ratifikasi terhadap isi dari hak-hak ekonomi sosial dan
budaya. Maka dengan sendirinya pemerintah memiliki kewajiban untuk
mengimplementasikan hal tersebut.
Secara politis, pemerintah
memang wajib ’’melindungi segenap tumpah darah Indonesia’’ yang tidak
hanya membuat regulasi, tapi juga konsisten diimplementasikan.
Sekarang
pertanyaannya, berapa banyak survei dan inventarisasi warisan budaya
Indonesia yang kemudian didaftarkan ke UNESCO. Banyak warisan budaya
Indonesia saat ini terlupakan. Negara hanya memberikan perhatian kepada
warisan budaya yang bernilai tinggi, tetapi tutup mata dalam melindungi
warisan budaya yang ada di tingkat komunitas lokal. Itulah salah satu
mengapa pada akhirnya banyak warisan budaya kita terancam hilang.
Jika ini terus berlanjut, hanya tinggal tunggu waktu budaya asli
Indonesia diklaim menjadi milik orang. Beberapa kasus perselisihan
dengan Malaysia terkait masalah lagu, tarian, dan sebagainya menunjukkan
pemerintah tidak serius mengurusi masalah warisan budaya yang ada di
negeri ini.
Indonesia sebagai negara dan bangsa yang besar
harus sigap menanggapi perkembangan zaman dan tekanan dari luar. Saat
ini aspek legalitas dan hukum dijunjung tinggi dan budaya tidak lagi
menjadi sebuah identitas budaya semata, namun juga menjadi sebuah sumber
daya yang bisa meningkatkan perekonomian suatu bangsa. Karena itu,
sudah seharusnya pemerintah melakukan revitalisasi budaya lokal dan
penyelamatan budaya. Mulai dari inventarisasi terhadap budaya fisik
maupun nonfisik.
Budaya asli Indonesia sudah seharusnya
didaftarkan sebagai made in Indonesia bukan made in asing. Di mana,
aspek ekonomi dari penggunaan keperluan di luar Indonesia bisa digunakan
untuk meningkatkan penghasilan daerah asal budaya. Dan jangan lupa
daftarkan ke HAKI versi internasional sehingga adanya legitimasi hukum
di internasional akan perlindungan budaya tersebut.
Klaim
sepihak oleh Malaysia terhadap beberapa budaya Indonesia seperti gondang
sembilan dan tor tor adalah sebuah teguran berulang terhadap bangsa
Indonesia. Kita wajib menjaga dan mempertahankan budaya kita sendiri.
Namun jika pemerintah terlalu sibuk, kita sebagai warga Negara yang
merasa memiliki negara ini tidak harus selalu menunggu pemerintah yang
terlalu banyak ’’kerjaanya’’ itu.
Kita harus benar-benar cinta
kepada bangsa dan negara ini. Bagaimana kita mau melindungi budaya kita
sendiri, kalau saja tarian daerah dan lagu daerah saja malas kita lihat
dan kita dengar. Makanan tradisonal sudah terlupakan. Malu berbicara
dalam bahasa daerah, dan merasa gaul dan cool jika sudah bergaya ala
luar.
Mau dibawa ke mana warisan budaya kita. Kalau bukan kita
sebagai warga negara dan pemerintah sebagai penyelenggara negara, siapa
lagi yang melindungi dan peduli budaya kita. Inilah saatnya kita gandeng
tangan bersama menyelamatkan warisan budaya yang kita miliki demi anak
cucu kita. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar